Perubahan pola perilaku
masyarakat dipengaruhi adanya 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal, faktor internal itu sendiri adanya penemuan-penemuan baru.
Berubahnya perilaku masyarakat dipengaruhi dengan kemajuan teknlogi, yang salah
satunya media hanphone yang bisa mengakses tontonan dari yang tidak selaras
dengan nilai-nilai Islam, seperti pornografi. Pergeseran nilai ini tidak bisa
di hindari,dulu yang dilarang, sekarang menjadi sesuatu yang dianggap biasa saja.
Faktor eksternal salah satunya adalah munculnya budaya baru dari luar, pergaulan
bebas dan bahkan ada kecenderungan punya anak di luar nikah pun dianggap
biasa-biasa saja sikap masyarakat demikian sangat memprihatinkan
Dengan demikian ketika para pendukung moral meneriakkan pornografi,
sebagian besar masyarakat kita cuek, acuh tak acuh, atau tidak peduli. Sebagian
masyarakat berontak akan adanya UU pornografi. Mereka menganggap UU ini akan
mendiskriminasi pihak perempuan, serta menyebabkan disintegrasi. UU
Antipornografi substansinya cenderung mencampuri urusan pribadi. ketika
pendidikan seks diberikan secara tepat, maka ancaman pornografi bukanlah
sesuatu yang menakutkan. Proteksi yang terlalu berlebihan dalam pemilihan yang bersifat
pribadi, merupakan cara pendidikan yang hanya berlaku untuk anak-anak
Sebagian masyarakat menyuarakan kata setuju akan
pengesahan UU pornografi ini, guna mengurangi keresahan masyarakat akan
beredarnya situs-situs porno secara bebas, mengantisipasi maraknya tindak
asusila pada usia anak-anak, dan melindungi moral generasi bangsa. Pornografi
di Indonesia adalah ilegal, namun penegakan hukumnya lemah dan interpretasinya
pun tidak sama dari zaman ke zaman.Seiring kecanggihan teknologi situs-situs
pornografi yang dulunya bisa disensor sekarang bisa dilihat tanpa ada hambatan.
Kecanggihan yang tidak bisa ditangani oleh pemerintah ini menimbulkan keresahan
pada masyarakat. Maka sekitar tahun 2000 pemerintah berinisiatif untuk membuat
RUU APP. Tanggapan pemerintah akan hal ini membuktikan bahwa hukum itu sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat
dengan salah satu ciri hukum itu menyesuaikan diri pada perubahan sosial. Namun
pada UU ini juga ditemukan bahwa pemerintah tidak hanya merespon tetapi juga
menciptakan RUU APP yang tujuannya untuk mengantisipasi masalah pornografi di
masa yang akan datang. Dalam hal ini juga muncul paradigma hukum sebagai alat
rekayasa sosial
Proses pembuatan UU pornografi ini berlangsung lama,
dan panjang. Pembahasan RUU APP di mulai tahun 1997 di DPR :
a.
Isi
draf RUU APP pertama,diajukan pada tanggal 14 februari 2006 yang berisi 11 bab
dan 93 pasal
b.
Pada draf kedua, beberapa pasal yang
kontroversial di hapus, sehingga tersisa 82 pasal dan 8 bab. Diantara pasal
yang di hapus adalah pembentukan badan antipornoagrafi dan pornoaksi. Selain
itu, rancangaa juga mengubah definisi pornografi dan pornoaksi. Karena definisi
ini di permasalahkan , maka di setujui untuk menggunakan definisi pornografi.
Definisi pornoaksi pada draf ini ialah, upaya untuk mengambil keuntungan, baik
dengan memperdagangkan atau mempertontonkan.
c.
Draf ke tiga, draf yang dikirimkan oleh
DPR kepada Presiden pada 24 Agustus 2007, RUU ini tinggal terdiri dari 10 bab
52 pasal. RUU APP pun di ubah menjadi RUU Pornografi. Pada September 2008,
Predisen menugaskan Menteri Agama, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan untuk
membahas RUU ini bersama DPR.
Finalnya
dalam draf ini adalah di sahkan pada 23
September 2008, RUU Pornografitinggal terdiri dari 8 bab dan 44 pasal.
Meskipun
UU pornografi sudah di sahkan pada tanggal 23 September 2008, tetapi masih
banyak yang terjadi kontroversi dengan UU pornografi ini. Ada salah satu yang
berpendapat bahwa UU ini mengandung atau memuat kata-kata yang ambigu, tidak
jelas, dan bahkan tidak bisa dirumuskan secara absolut.
Pasal
yang yang menunjukan kata-kata ambigu disini adalah
Bab I, pasal 1, ayat 1
: yang membangkitkan hasrat seksual
Bab II, pasal 6 :Setiap orang di larang
atau menyimpan produk pornografi. Larangan memiliki atau menyimpan, tidak
termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.kegiatan
memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan , memiliki, atau menyimpan barang
pornografi ini hanya dapat di gunakan ditempa atau lokasi yang telah disediakan
Pasal 8 :Setiap orang di larangan atas persetujuan
dirinya sendiri menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi. Ketentuan
ini maksudnya, jika pelaku di paksa dengan ancaman atau diancam di bawah kekuasaan
atau tekanan orang lain, di bujuk atau di tipu daya, atau di bohongi oleh orang
lain, pelaku tidak dipidana.
Pasal 14 :Pembuatan,penyebarluasan, dan materi seksualitas dapat dilakukan untuk
kepentingan .
Pasal 21 :Masyarakat dapat berperan serta dalam
melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan
pornografi.
Semua pasal itu adalah
ketentuan-ketentuan yang dianggap tidak relevan dan diusulkan untuk diubah.
Pornografi berdampak meningkatnya tindak kriminal
di bidang seksual, baik kuantitas maupun jenisnya. Secara umum pornografi akan
merusak masa depan generasi muda sehingga mereka tidak lagi menghargai hakikat
seksual, perkawinan dan rumah tangga. Pornografi juga akan merusak tatanan
norma-norma dalam masyarakat akan mengalami kemerosotan kultural. Selain itu
pornografi akan merusak harkat dan martabat manusia. Sebagai citra sang
Pencipta/Khalik yang telah menciptakan manusia dengan keluhuran seksualitas
sebagai alat Pencipta untuk meneruskan generasi manusia dari waktu ke waktu
dengan sehat dan terhormat. Sehingga UU pornografi sangat dibutuhkan untuk
menagani hal ini.
Menurut Rosce Pound sendiri hukum
berfungsi untuk merekayasa sosial. Hukum dipakai untuk mempengaruhi masyarakat dengan
sistem yang tetatur dan direncanakan terlebih dahulu. Rekayasa sosial melalui
hukum meliput :
1. Menelaah akibat-akibat
sosial yang aktual dari adanya lembaga hukum.
2. Melakukan study
sosiologis untuk mempersiapkan perundang-undangan.
3. Menciptakan efektivitas
cara agar peraturan hukum untuk mencapai tujuan-tujuan sosial.
Dengan
demikian dalam penciptaan hukum, berbagai aspek sosial harus diperhatikan demi
berlakunya hukum secara efektif., karena pada dasarnya hukum merupakan kaidah-kaidah
yang ditetapkan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup,
sehingga sesuai dengan tujuannya, pengaturan dalam UU Pornografi. Jhering
berpendapat bahwa harus ada keseimbangan antara kepentingan individu dan
kepentingan masyarakat, karena itu ada nilai-nilai yang harus diperhatikan
dalam memproses pembuatan hukum, sehingga sukses tidaknya suatu proses hukum
adalah dapat dilihat dari pencapaian keseimbangan antara dua kepentingan
tersebut. Sebenarnya seluruh golongan masyarakat maupun agama menyetujui adanya
UU Pornografi, akan tetapi yang di permasalahkan atau tidak disetujui adalah
substansi atau isi dari UU Pornografi tersebut karena dianggap hanya
mengakomodir keinginan satu golongan atau agama tertentu.
Perubahan
sosial yang terjadi pada masyarakat yang pro terhadap UU pornografi sangat
beragam, banyak organisasi-organisasi yang mendukung adanya UU pornografi. Masalah
pornografi yang semakin runyam, menyebabkan keresahan bagi masyarakat. maraknya
pornografi memicu perubahan sosial bagi masyarakat. Hal ini dapat memicu tindak
pelecehan seksual yang banyak dialami oleh anak-anak dan wanita. Pornografi
juga merusak tatanan norma-norma dalam masyarakat. Hal ini juga berdampak besar
bagi negara kita, yaitu rusaknya moral generasi penerus bangsa. Hal ini sangat
meresahkan masyarakat dan negara. Perubahan yang begitu cepat ini memunculkan
hukum baru. Dengan adanya hukum baru ini, perubahan pandangan dan nilai-nilai
dalam masyarakat dapat diakomodir oleh hukum. Sehingga tidak ada lagi
kekosongan atas kehendak hukum masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ni’mah, Zulfatun. Sosiologi Hukum Sebuah Pengantar. Cet ke 1. Yokyakarta: Teras, 2012.
Undang-Undang
Pornografi dan penjelasannya Dilengkapi dengan Pro-Kontra. cet ke 1. Yogyakarta : Indonesia Tera
Anggota IKAPI.2008.
http://buletinwiweka.blogspot.co.id/2009/02/uu-pornografi-sejarah-duka-bangsa.html (diakses
pada tanggal 07 November 2015, pukul 21.00)
http://hasiltugasku.blogspot.co.id/2011/04/porno-grafi-porno-aksi.html (diakses
pada tanggal 07 November 2015, pukul 21.03)
artikel yang anda buat cukup memberikan pengetahuan kami tentang uu pornografi, tetapi kami sebagai pembaca kurang menemukan paradigma nya,. dan pada pasal 8, 14, 21 anda mengatakan tidak relevan, yang saya tanyakan adalah alasan apa yang menjadikan ketidak relevanan pada pasal-pasal tersebut???????
BalasHapustolong anda jelaskan,, agar pembaca tau dan tidak bertanya-tanya tentang hal itu.
mohom maaf sebelumnya,,, semoga masukan saya bisa di terima. terimakasih
Nilai 60
BalasHapus